Senin, 20 Februari 2017

HASTASA : Wadah Kesenian Seniman Tarbiyah



Senin(20/02)­­­­­­­­­­­­­­­Salah satu UKM teater dalam naungan Fakultas Tarbiyah UINSA Surabaya, yang berdiri pada tanggal 28 November 1992 dengan nama GENTA (Generasi Tarbiyah). Dalam perjalanannya, nama tersebut diganti dengan HASTA (Hasil Aspirasi Seniman Tarbiyah). Namun, pada tahun 1994, nama HASTA dirubah menjadi HASTASA (Hasil Aspirasi Seniman Tarbiyah Sunan Ampel) karena nama HASTA tersebut sudah dipakai oleh kelompok teater lain.
“Untuk menarik minat mahasiswa/mahasiswi dalam kesenian, HASTASA mengeksistensikan diri dengan style yang berbeda untuk terlihat dominan dari kelompok teater lain,” ungkap Syukron Ali selaku Ketua Umum teater HASTASA.
Syarat bergabung dengan teater HASTASA tidaklah rumit. Anggotanya diharuskan mempunyai niat bergabung, bakat tidak menjadi kendala untuk bisa bergabung di teater HASTASA, karena bakat bisa dilatih. Pendaftar terdiri dari mahasiswa/mahasiswi UINSA Surabaya, mulai dari semester satu sampai semester akhir.
Karena sistem perkuliahan di kampus yang sangat padat, latihan dilakukan ba’da Maghrib sampai sekitar pukul sembilan malam, tergantung dari materi. Latihan tersebut biasanya dilakukan di depan perpustakaan UINSA. Selain itu, latihan dilakukan secara indoor dan outdoor tergantung dari materi. Namun, jika membutuhkan materi tambahan, bisa dilakukan pada sore hari. Latihan dilakukan 2 kali dalam seminggu dengan koordinir dari Ketua Umum teater HASTASA. Untuk mahasiswa/mahasiswi yang kos, pulang pergi, dan asrama mereka diberikan kelonggaran untuk pulang lebih cepat. Hal tersebut berlaku bagi mahasiswa baru yang paginya akan mengikuti kegiatan intensif bahasa dari pihak kampus. Tetapi, tidak berlaku untuk mahasiswa lama, mereka tetap melakukan latihannya setelah kuliah selesai.
Selain itu, saat diadakan acara atau pementasan, jadwal latihan akan disesuaikan lagi. Jadwal latihan tersebut dilakukan 3 kali dalam seminggu. Misalkan, 1 minggu atau seminggu penuh sebelum acara tersebut, bahkan jika perlu akan dikarantina.
“Anggaran pementasan didapat dari pihak kampus UINSA, tetapi anggaran tersebut tidak mencukupi. Jadi kami harus mencari tambahan dana dari instansi lain” Ujar Abdul Hafid selaku anggota teater HASTASA.




Kelompok 3:
Pimred             : Suci Firawaati
Redaktur         : Ami Hafidhoh

Wartawan        : Nur Rahmawati, Titis Vidiaty, Sri Indah dan Jamalatul Muna

Pandangan Pertama Jurnalistik

          Tepat di hari Senin, di mana aku awal masuk kuliah di semester dua dan kembali beraktifitas lagi setalah dua bulan berlibur. Bagiku hal ini terlalu berat karena kembali lagi berangkat kuliah pukul 05.00 pagi. Di kampus, aku bertemu dengan dosen baru, teman baru, dan mata kuliah baru. Mata kuliah baru kali ini  adalah jurnalistik. Yaaa, memang jurnalistik adalah hal yang biasa bagi orang-orang, tapi bagiku itulah sesuatu tantangan baru karena aku tidak terlalu menyukai dengan hal-hal berbau dengan menulis dan berkarya. Dan juga menurutku tak ada hubungannya jurnalistik dengan jurusan prodi yang aku ambil.
Awal masuk kuliah mata kuliah jurnalistik aku telat beberapa menit, untung saja dosennya baik hati langsung mempersilahkan aku duduk dan mengikuti perkuliahan. Dosennya begitu antusias dan penuh semangat menjelaskan tentang jurnalistik. Teman-temanku dengan tenang mendengarkan mata kuliah jurnalistik , begitu pula dengan diriku. Beberapa menit kemudian, mulailah pembagian kelompok dengan berhitung. Dan dimana dosen telah memberikan tugas untuk mewawancarai sekitar kampus. Bagiku itu adalah hal yang sangat membosankan. Tapi bagaimana lagi, itu adalah kewajiban seorang mahasiswa.
            Seiring berjalannya waktu, aku menjalankan tugas yang diberikan dosen. Aku dan teman-teman sekelompok berdiskusi untuk menemukan tema. Tak lama kemudian tema telah datang dari salah satu temanku. Akhirnya kita langsung datang ke sanggar Hastasa. Aku tak berani menemui karena di sanggar hampir seluruhnya laki-laki. Akhirnya aku membarikan diri. Aku mulai mewawancarai satu-persatu. Ternyata mata kuliah jurnalistik adalah hal yang sangat menyenangkan. Karena aku bisa mendapatkan informasi semua tentang Hastasa, kalau dijaman sekarang lebih terkenal dengan sebutan “kepo”.
            Mata kuliah jurnalistik tak seburuk yang aku fikirkan. Ternyata mata kuliah jurnalistik menyenangkan. Selain dapat tugas mewawancarai aku mendapatkan tugas membuat blog. Tugas kedua ini aku sangat suka karena suruh mengisi blog jadi serasa curhat di media sosial. Hihi. Sedikit-demi sedikit, seiring berjalannya waktu aku jadi menyukai jurnalistik karena bisa berkarya. Meskipun awalnya berkarya adalah hal tak begitu aku sukai, tetapi berkarya adalah aku bisa meluapkan isi hatiku. Terima kasih Ibu Dosen telah memperkenalkan aku dengan “Jurnalistik” J


Ada Apa Dengan Titis

       Titis? Ya Titis itu adalah namaku. Nama seseorang yang mempunyai blog ini. Aku adalah seorang gadis desa yang lahir di tahun 97 yang berasal dari Wonoayu-Sidoarjo. Aku seorang mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya atau biasa disebut dengan UINSA prodi PGMI (pendidikan guru madrasah ibtidaiyah). Aku bukanlah seorang mahasiswa terkenal di kampus, aku hanyalah seorang mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang kuliah pulang). Aku menjadi mahasiswa kupu-kupu bukan karena pemalas, tetapi aku mempunyai hobi yang harus dilakukan di rumah. Hobiku adalah berbisnis. Aku berbisnis karena aku punya beribu-ribu impian dan aku harus mewujudkannya.
Banyak teman-temanku yang mengatakan bahwa aku salah jurusan kuliah di UINSA. Seharusnya aku kuliah mengambil jurusan bisnis bukan tarbiyah atau keguruan. Karena setiap kuliah aku tak pernah lupa bawa barang dagangan dan di setiap waktu luang aku memanfaatkannya untuk berbisnis.
            Aku bisa kuliah di UINSA karena aku berbisnis. Meskipun awalnya kedua orangtuaku tak mengijinkan aku untuk kuliah karena keterbatasan biaya, tetapi aku buktikan kepada kedua orangtuaku bahwa aku layak dan sanggup untuk kuliah dengan mencari biaya sendiri. Semua kebutuhan sehari-hari dan biaya kuliah aku dapatkan sendiri. Bahkan, aku tak pernah meminta sepeserpun uang kepada orangtua setalah lulus SMA. Alhamdulillah..
Perjalanan kehidupanku tak semudah dan tak semulus yang orang-orang lihat. Kehidupanku penuh dengan tantangan. Terkadang aku putus asa dan iri kepada teman-temanku mereka bisa kuliah dan semua kebutuhannya terpenuhi. Mereka ingin ini itu semuanya terwujud. Tetapi tidak dengan aku, aku harus berjuang sendiri untuk mendapatkannya.

            Di balik semua tantangan dan rintangan yang aku alami ada hikmah tersendiri. Salah-satunya adalah aku tahu bagaimana dengan kehidupan di dunia yang begitu kejam. Kehidupan di dunia akan jinak jika kita bisa mensyukuri semua yang terjadi dan terus berjuang serta berdo’a.